Budidaya Lele Teknologi Bioflok
Sistem kerja dari bioflok adalah mengubah senyawa organik dan anorganik
yang mengandung senyawa kabon (C), hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen (N) dan
sedikit unsur fosfor (P) menjadi gumpalan berupa flok dengan menggunakan
bakteri pembentuk flok yang mensintesis biopolimer polihidroksi alkanoat
sebagai ikatan bioflok.
Bakteri pembentuk flok dipilih dari bakteri yang memiliki karakteristik:
- Non patogen,
- Memiliki kemampuan mensintesis polihidroksi alkanoat (PHA)
- Memproduksi enzim ekstraselular,
- Memproduksi bakteriosin terhadap bakteri patogen,
- Mengeluarkan metabolit sekunder yang menekan pertumbuhan dan menetralkan toksin dari plankton merugikan dan
- Mudah dibiakkan di lapangan.
Terbentuknya flok secara sederhana dijelaskan sebagai berikut: Mikroorganisma seperti bakteri dengan daya lisis bahan organik memanfaatkan detritus sebagai makanan. Sel selnya mensekresi lendir metabolit, biopolimer (polisakarida, peptida dan lipid) atau senyawa kombinasi dan terakumulasi di sekitar dinding sel detritus. Ikatan didinding sel bakteri menyebabkan munculnya flok bakterial. Polimer ekstraseluler yang dibentuk bakteri berfungsi sebagai jembatan penghubung (panjang dapat mencapai 50 µm). Dua senyawa biopolimer dengan gugus karboksil (COOH) pada bakteri berbeda membentuk ester dengan ion divalen (Ca, Mg). Ikatan-ikatan ini meningkatkan massa kumpulan partikel menjadikan inti kumpulan bersifat hidrofobik (takut air) dan tepinya bersifathidrofilik (suka air) sehingga terjadi dewaterisasi (lebih sedikit air di dalam partikel). Karena ukuran diameter yang membesar maka flok mudah mengendap. Di samping itu, kandungan bahan organik, oksigen dan pH juga berpengaruh terhadap terbentuknya flok. Pembentukan bioflok berkualitas memerlukan perbandingan C:N:P sekitar 100:5:1. Oksigen terlarut di seluruh badan air sebaiknya >4 ppm, jika terlalu rendah menyebabkan perkembangan bakteri filamen. Sedangkan pH yang rendah akan menghambat pembentukan bioflok karena mengurangi kandungan kation divalen dalam air untuk ikatan esterasi.
- Sedikit pergantian air (efisien dalam penggunaan air)
- Tidak tergantung sinar matahari
- Padat tebar lebih tinggi, bisa mencapai 3000 ekor / m2
- Produktifitas tinggi
- Efisiensi pakan, FCR bisa mencapai 0,7
- Efisien dalam pemanfaatan lahan
- Limbah lebih sedikit
- Ramah lingkungan
- Kontruksi kolam harus kuat (beton, terpal atau fiber)
- Kedisiplinan dan ketelitian
- Peralatan aerasi
- Pemahaman terhadap metode teknologi bioflok
Persiapan Media Budidaya
Untuk menginisiasi tumbuhnya organisme tersebut, biasanya pada kolam ditambahkan kultur bakteri jenis Bacillus sp (B. subtilis, B. licheniformis, B. megaterium, B. polymyxa) atau ragi (jenis Saccharomyces), dan molase/tetes tebu sebagai nutrisi bagi bakteri. Mikroba ini kemudian akan berkembangbiak dan karena media perairan budidaya sistem bioflok sudah dikondisikan, maka tumbuh pula protozoa, mikroalga, ragi dan bakteri-bakteri menguntungkan lainnya.
- Benih lele yang ditebar berukuran 7 - 8 cm dengan padat tebar 1000 ekor /m2
- Penebaran benih hendaknya dilakukan pada pagi atau sore hari
Manajemen Pakan
- Setelah benih ditebar di dalam kolam sebaiknya benh dipuasakan selama 1 - 2 hari sebagai proses adaptasi terhadap lingkungan baru
- Tambahkan unsur karbohidrat (tepung terigu atau tepung beras atau tepung tapioka) sebanyak 240 gram per 10 Kg pakan yang diberikan
- berikan aerasi yang kuat di dasar kolam hingga permukaan air untuk mempercepat proses pengadukan air sehingga terbentuk flok atau gumpalan
- berikan pakan yang difermentasi dengan probiotik jenis lactobacillus selama 2 hari atau maksimal 7 hari
Cara fermentasi pakan : 2 cc probiotik per Kg pakan yang diberikan, dan ditambahkan air bersih sebanyak 25 % dari berat pakan, kemudian diaduk merata dan didiamkan selama dua hari setiap hari dilakukan pengadukan.
Pengelolaan AirPengelolaan air sangat penting dalam usaha budidaya, kegiatan pengelolaan air dapat dilakukan dengan cara penambahan probiotik ke dalam wadah budidaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar